Dalam dunia pendidikan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling penting. Dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bgaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Untuk mengetahui sejauh manakah kemajuan anak maka dilakukan penilaian. Sehingga setiap usaha pendidikan harus diikuti dengan penilaian. Pada umumnya penilaian guru dirumuskan ke dalam sebuah daftar nilai atau rapor dan diberikan kepada anak didik secara periodik. Penilaian yang dirumuskan dalam rapor inilah merupakan suatu prestasi belajar yang dicapai oleh anak didik atau siswa setelah menempuh belajar dalam jangka waktu tertentu.

Pada uraian diatas merupakan salah satu wujud prestasi dalam ranah kognitif. Sedangkan prestasi siswa dalam ranah afektif dapat dilihat dari ucapan ataupun tindakannya, begitu juga dalam ranah psikomotorik prestasi siswa dapat dilihat jika peserta didik telah melakukan suatu tindakan yang dapat dilihat. Dengan demikian jelaslah kiranya, bahwa ”hasil belajar” mempunyai pengetian yang hampir sama dengan ”prestasi” (performance) di dalam prestasi hasil belajar menampakkan diri. Selama potensi atau kemampuan internal tidak diwujudkan dalam suatu bentuk perilaku, sulitlah diperoleh kepastian tentang apa yang dipelajari. Prestasi belajar dapat diartikan juga sebagai hasil usaha.

Prestasi menurut Zainal Arifin (1990:3) ”Prestasi adalah kemampuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal”. Belajar dapat diartikan sebagai bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Jika kedua hal tersebut digabungkan maka prestasi belajar adalah merupakan hasil usaha yang dapat berupa kemampuan, ketrampilan, dan sikap seseorang setelah adanya perubahan/pertumbuhan yang dinyatakan dalam tingkah laku berkat pengalaman dan latihan. Selain itu, prestasi belajar dapat diartikan pula sebagai penguasaan pengetahuan yang dicapai siswa yang hasilnya ditunjukkan melalui nilai atau angka yang diberikan guru dalam suatu periode tertentu.

Slavin (1983) mengatakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelompok.

Telah ditemukan teori-teori baru dalam psikologi pendidikan yang akan dikelompokkan ke dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori belajar konstruktivisme menurut para ahli ini menyatakan sebenarnya bahwa peserta didik harus mampu menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi peserta didik agar benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan suatu masalah, menemukan segala sesuatu untuk diri mereka sendiri, berusaha dengan kerja keras untuk dapat memunculkan ide-ide yang baru. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).